Monthly Archives: August 2015

Tunjukkan Padaku

Satu tahun sekali kawan, kenapa harus dirusak dengan sebuah perkataan usil bahwa lomba-lomba itu tidak ada gunanya, bahwa lomba-lomba itu tidak melambangakan sebuah kemerdekaan, bahwa lomba-lomba itu sekedar seremonial pengisi waktu luang belaka, atau dengan kalimat yang seolah berbobot namun tak kalah jahil mengatakan bahwa ‘lucu bukan, ketika kita flashback pada masa dimana naskah proklamasi pertama kali dibacakan di depan umum sekian tahun yang silam dengan bentuk perayaan yang sangat aneh, yang tak lain hanya guyonan rakyat-rakyat kecil’. Sebuah penantian sebelas bulan lebih untuk ‘perayaan agung’ ini. Ya, pahamilah bahwa itu adalah penantian yang cukup panjang untuk kita bersenang-senang dengan gaya Merah Putih kita.

Kuberitahu kau sedikit rahasia kawan…

Bukankah lomba makan kerupuk itu berfilosofi pada perebutan kemerdekaan yang teramat susah dengan segala perjuangan dan keterbatasan yang ada?

Bukankah perang bantal di atas empang itu bernilai akan perjuangan mengusir belanda? Dimana yang menang tentunya berkuasa akan negeri yang ditempatinya dengan segala sumber daya yang ada.

Bukankah lomba balap karung itu menunjukkan bahwa walaupun kita terbelenggu, namun kita harus tetap berusaha dengan segala kemampuan untuk bisa mencapai suatu tujuan?

Bukankah memasukkan benang dalam jarum sambil berjalan itu mengajarkan pada kita pentingnya ketelitian dan kecermatan dalam melakukan sesuatu hingga akhirnya kepuasan akan kemenangan itu diperoleh?

Bukankah mengambil koin dalam pepaya yang dilumuri oli itu mendidik kita bahwa keras dan pahitnya perjuangan itu harus dilalui walau hanya demi kemenangan yang kecil?

Panjat pinang? Bukankah kalian tahu bahwa penjajah itu menyimpan beribu kelicikan dalam menggagalkan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaannya? Tapi mereka tetap berusaha dengan berlicin-licin oli untuk menunjukkan bahwa mereka bisa melalui apapun jika bersama. Ya, pinang licin itu menyelipkan pelajaran gotong royong yang sudah mulai terkikis zaman

Lalu…

Kegiatan mana lagi yang bisa menyentuh rakyat Indonesia tanpa memandang jenis lauk yang mereka makan, entah itu kerupuk ataupun rendang?

Kegiatan mana lagi yang bisa membelai rakyat Indonesia tanpa memandang rambut hitam maupun putih?

Kegiatan mana lagi yang bisa memanjakan rakyat Indonesia tanpa memandang roda empat maupun sepatu butut?

Kegiatan mana lagi yang bisa dengan mudah mempersatukan rakyat Indonesia tanpa memandang kalung salib maupun kiblat ka’bah?

Dimana orang yang menghina bahwa ‘lomba-lomba itu hanya perayaan belaka yang tidak ada hubungannya dengan kemerdekaan’?

Dimana orang yang mengatakan bahwa ‘harusnya mengisi kemeredekaan itu dengan hal yang lebih berguna dari sekedar euforia dalam lomba’?

Ya, kupastikan si dia tidak mengetahui bobot luhur yang sedang bersembunyi rapi dibalik serpihan-serpihan kesenangan yang tak mesti berbentuk kemewahan.

Sekarang tunjukkan padaku orang yang menghina itu semua…

Tunjukkan padaku kalau sampai detik ini masih ada manusia yang menganggap itu hanya kemeriahan tidak bermakna

Tunjukkan padaku yang mengatakan bahwa makan kerupuk itu melambangkan kemiskinan

Tunjukkan padaku yang menyebutkan bahwa balap karung itu menggambarkan kemelaratan

Tunjukkan padaku yang meminta kalian untuk tidak sekedar bermandi oli bekas

Tunjukkan padaku kawan, siapa yang menyuruh kalian meninggalkan itu semua

Jika kalian menemukan makhluk semacam itu, maka jelaskanlah kepadanya filosofi lomba indah itu sebelum kau pertemukan denganku

Lalu tanyakan, apakah dia bisa menghadirkan keceriaan ketika semua kegiatan lucu itu dihilangkan?

Jika dia masih belum mengerti juga, hadirkan sekarang juga di depanku, maka akan kuajak dia untuk lomba balap kelereng

Elgi, Untuk 70 Tahun Merah Putih

Categories: Tulisan | Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.